Judul Jurnal : Pressure versus ability: Evidence from penalty shoot-outs between teams from different divisions
Penulis : Alex Krumer
Tahun : 2020
Publisher : Elsevier B.V
Jurnal : Journal of Behavioral and Experimental Economics
Diulas oleh : Zulfandi Yahya
Pendahuluan:
Adu penalti biasanya terjadi di turnamen sepak bola dengan sistem eliminasi dalam permainan yang berakhir imbang, di mana tim pemenang akan maju ke tahap berikutnya dan tim yang kalah akan tersingkir. Struktur ini berlaku di turnamen kejuaraan nasional di mana tim dari divisi yang berbeda bersaing satu sama lain. Akan tetapi, terdapat kasus pengecualian, dimana babak adu penalti ini tidak muncul dalam pertandingan liga yang mengadopsi struktur round-robin, dengan masing-masing tim bersaing dengan yang lain secara bergilir. Masing-masing tim bergantian menembak ke gawang dari titik penalti, dengan gol hanya dijaga oleh kiper tim lawan. Terdapat lima penendang yang berbeda dari setiap tim yang bertanding. Jika skor masih terikat setelah tiap tim melakukan lima tendangan, maka setiap tim harus menendang sekali lagi masing-masing sampai salah satu tim menang.
Secara luas, dalam babak adu penalti di sepakbola, terdapat tiga prediksi kemungkinan hasil. Pertama, bahwa kedua tim memiliki peluang yang sama untuk menjadi tim pemenang sehingga adu penalti dikenal sebagai “game of chance” secara utuh. Studi ini bertujuan untuk meneliti apakah adu penalti memiliki probabilitas kemenangan yang sama untuk tiap tim. Maka dari itu, penelitian ini mengumpulkan data hasil adu penalti dari kompetisi kejuaraan sepak bola tingkat nasional dari lima negara eropa (Jerman, Italia, Spanyol, Inggris, Prancis) yang berada di urutan teratas ranking Union of European Football Associations (UEFA).
Kedua, tim dari divisi lebih tinggi memiliki probabilitas kemenangan yang lebih besar terhadap tim dari divisi lebih rendah. Dalam penelitian ini, tim dari divisi yang lebih tinggi diinterpretasikan sebagai tim dengan peringkat yang lebih tinggi. Peneliti juga berasumsi bahwa peringkat dan kemampuan tim bersifat sangat berhubungan. Asumsi ini bersifat intuitif, dimana tim dari divisi yang lebih tinggi dianggap mampu merekrut pemain, penjaga gawang, dan pelatih yang lebih baik. Prediksi ini didasarkan pada teori ekonomi, dimana agen dengan kemampuan lebih tinggi seharusnya meningkatkan performa mereka ketika taruhannya lebih besar (Lazear, 2000).
Prediksi ketiga, tim dengan peringkat yang lebih tinggi diharapkan untuk menang bahkan sebelum adu penalti dilakukan, sehingga harapan tinggi terhadap hasil ini dapat memberikan tekanan tambahan kepada tim yang lebih diunggulkan ini, dimana mereka dipandang memiliki lebih banyak kerugian jika kalah. Taruhan tinggi seperti itu dapat memicu keadaan tertekan secara psikologis (choking), sehingga justru menurunkan performa mereka (Jordet, 2009). Dengan demikian, tim dengan peringkat yang lebih rendah malah memiliki probabilitas kemenangan yang lebih tinggi.
Data dan Metodologi
Peneliti menggunakan data pertandingan antara tim dari divisi yang berbeda untuk mengkategorikan kemampuan tim dan menentukan tim yang lebih kuat dan lebih lemah. Peneliti menggunakan data dari permainan di kejuaraan sepakbola domestik dari lima negara sepak bola Eropa teratas mulai dari tahun dimana negara-negara ini memperkenalkan struktur one-leg cup, untuk menghindari kemungkinan ketidaksesuaian yang berasal dari winner-loser effect yang berbeda, yaitu kemungkinan efek psikologis dari hasil pertandingan kedua, meskipun kedua tim memiliki hasil imbang secara agregat. Pada tabel 1, terdapat 586 total pertandingan antara tim dari dua divisi yang berbeda.
Untuk setiap pertandingan dalam dataset peneliti, peneliti secara acak memilih salah satu tim dan menggolongkannya sebagai Tim A dan tim lainnya sebagai Tim B. Dengan demikian, variabel hasil peneliti bernilai satu jika Tim A memenangkan adu penalti dan nol sebaliknya. Kita dapat melihat dari Tabel 2 bahwa Tim A secara acak memenangkan 48,8 persen dari adu penalti.
Peneliti menggunakan perbedaan antara divisi tim untuk memperkirakan efek perbedaan kemampuan pada probabilitas memenangkan adu penalti. Perhatikan bahwa urutan awal divisi tim mewakili kemampuan yang lebih tinggi; misalnya, divisi pertama lebih tinggi dari divisi kedua. Oleh karena itu, jika Tim A berasal dari divisi yang lebih tinggi dari Tim B, perbedaan antara divisi tim akan menjadi angka bernilai negatif. Figur 1 menunjukkan bahwa, secara rata-rata, tim divisi yang lebih tinggi memiliki probabilitas menang 10% lebih tinggi (55% versus 45%).
Peneliti juga mengontrol variabel keuntungan bermain di kandang (home advantage), dimana Tim A mendapat nilai satu jika Tim A bersaing di kandang dan nol sebaliknya. Selain itu, dikarenakan terdapat pertandingan final di area netral (bukan kandang maupun tandang), variabel yang menunjukkan memiliki keunggulan kandang oleh Tim B mendapat nilai satu jika Tim B bersaing di rumah, dan nol sebaliknya. peneliti juga mengendalikan rasio antara putaran pertandingan di turnamen dan jumlah putaran.
Ketika peneliti mengacak identitas tim A dan B, kedua tim diekspektasikan tidak berbeda dalam karakteristik mereka. Tabel 3 membandingkan cara masing-masing karakteristik kedua tim dan menguji apakah perbedaan di antara mereka bersifat signifikan. Pada Kolom 3 dan 4 dalam Tabel 3, peneliti melaporkan perbedaan dan p-value dari t-test yang dipasangkan, secara berurutan. Kita dapat melihat bahwa tim A dan B tidak berbeda dalam karakteristik mereka, sehingga menunjukkan bahwa proses pengacakan berhasil.
Mengingat variabel hasil peneliti adalah binary one, peneliti menggunakan estimasi model logit dari probabilitas Tim A untuk memenangkan adu penalti sebagai fungsi perbedaan dalam divisi antara tim. Peneliti mengontrol penelitian ini dengan menggunakan dummy variable untuk apakah masing-masing tim memiliki keunggulan kandang, dan putaran relatif turnamen. Selain itu, karena aturan adu penalti berubah beberapa kali selama bertahun-tahun, peneliti menggunakan year dummies dan country dummies. Dengan ini, maka spesifikasi model penelitian memiliki bentuk persamaan seperti berikut:
Dalam penelitian ini, variabel dependen adalah probabilitas Tim A untuk mengalahkan Tim B, pada negara c tertentu dan tahun y tertentu. Sementara itu, variabel kontrol yaitu . merupakan Error Term. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, ketika perbedaan divisi antara tim A dengan B, , bernilai negatif, maka tim A berasal dari divisi yang lebih tinggi.
Hasil Penelitian
Pada Tabel 4, Kolom 1 menyajikan hasil, dengan mengestimasikan persamaan 1 tanpa variabel kontrol, dengan nilai standard errors dalam tanda kurung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien β1 negatif dan signifikan pada tingkat 1%. Ini berarti bahwa Tim A memiliki probabilitas yang jauh lebih tinggi untuk memenangkan babak adu penalti jika berasal dari divisi yang lebih tinggi. Selanjutnya, kita dapat menambahkan variabel home advantage dan variabel relative round ke persamaan 1. Kolom 2 menunjukkan bahwa perbedaan dalam satu divisi yang menguntungkan Tim A, meningkatkan probabilitas Tim A untuk menang sebesar 4 persen. Hasilnya bersifat robust untuk memasukkan dummy variable tahun dan negara, seperti yang disajikan di Kolom 3 dan 4, secara berurutan.
Dalam model ini, dampak menjadi tim dari divisi yang lebih tinggi (relatif berasal dari divisi yang lebih rendah) terhadap probabilitas Tim A untuk memenangkan adu penalti adalah 2β1. Jika digambarkan, maka probabilitas masing-masing dari dua tim yang sama dari divisi yang sama untuk memenangkan adu penalti adalah 50 persen. Namun, menurut hasil di Kolom 4, terdapat peningkatan probabilitas kemenangan tim divisi pertama melawan tim divisi kedua menjadi 54 persen, atau 8 persen lebih tinggi dari probabilitas tim lain menang (54 persen relatif terhadap 46 persen).
Di Kolom 5, peneliti menambahkan interaksi antara DiffDiv dan variabel dummy yaitu home advantage bagi tim A, dan secara terpisah antara DiffDiv dan relative round pada turnamen. Marginal effect dari DiffDiv menjadi lebih besar, tetapi peningkatan ini juga berlaku untuk standard errors sehingga tingkat signifikansi naik menjadi 5,2%. Namun, penting untuk dicatat bahwa istilah interaksi yang paling signifikan memiliki p-value sebesar 0,49, sehingga menunjukkan bahwa interaksi ini hanya sebagai statistical noise.
Di Kolom 6, peneliti melakukan pembatasan data hanya pada kasus dimana tim divisi yang lebih tinggi berasal dari divisi teratas. peneliti melihat besaran yang sangat mirip seperti sebelumnya. Jika kita mengambil tim “kuda hitam” dari divisi ketiga, probabilitas tim dari divisi teratas menang akan menjadi 59,2 persen versus 40,8 persen peluang hasil sebaliknya, sebuah perbedaan yang sangat besar. Selisih probabilitas ini bahkan lebih besar ketika peneliti menggunakan tim dari divisi kedua sebagai tim divisi yang lebih tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Kolom 7. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam pertandingan antara tim dari divisi kedua dan keempat, probabilitas menang akan menjadi 61,4 persen versus 38,6 persen mendukung tim divisi dua.
Kesimpulan
Dalam penelitian ini, peneliti telah menemukan bahwa tim sepak bola berperingkat lebih tinggi memiliki performa lebih baik dalam situasi yang melibatkan tekanan tinggi. Hasil ini bertentangan dengan keyakinan luas bahwa adu penalti adalah “lotere” di mana tim memiliki probabilitas yang sama untuk menang. Hasil peneliti juga menunjukkan bahwa adu penalti memenuhi kriteria keadilan dimana probabilitas memenangkan turnamen bergantung dengan peringkat tim. Temuan peneliti sejalan dengan teori ekonomi, dimana agen berkemampuan lebih tinggi seharusnya meningkatkan kinerja mereka (secara relatif) ketika taruhannya semakin besar (Lazear, 2000).
Terakhir, temuan penelitian ini juga dapat membantu pelatih dan pemain dari divisi yang lebih rendah untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam adu penalti. Misalnya, pelatih tidak boleh menyebut adu penalti sebagai permainan kebetulan, melainkan mengalokasikan lebih banyak waktu dalam mempersiapkan adu penalti, baik secara teknis maupun psikologis. Dengan persiapan tersebut, maka hal ini dapat meningkatkan peluang mereka untuk menang.